Rabu, 11 Januari 2017

Permodalan Koperasi



A.                Arti Modal Bagi Koperasi
Hasil gambar untuk permodalan koperasi
Pengaruh modal dan penggunaannya dalam koperasi tidak boleh mengaburkan dan mengurangi makna koperasi, yang lebih menekankan kepentingan kemanusiaan daripada kepentingan kebendaan.
Rincian modal yang diperlukan koperasi sebagai berikut :
a.       Modal Tetap (Modal Jangka Panjang), diperlukan untuk menyediakan fasilitas fisik koperasi, seperti untuk pembelian tanah, gedung, mesin, dan kendaraan.

b.      Modal Kerja (Modal Jangka Pendek), diperlukan untuk membiayai kegiatan operasional koperasi seperti gaji, pembelian bahan baku, pembayaran pajak dan premi asuransi, dan sebagainya. Jika koperasi itu adalah koperasi simpan pinjam, maka modal ini diperlukan untuk pemberian pinjaman kepada para anggota (circulating capital).

Adam Smith, salah seorang pelopor aliran klasik yang menulis buku berjudul “The Wealth of Nations” (1976), mengartikan modal sebagai bagian dari nilai kekayaan yang dapat mendatangkan penghasilan. Dalam perkembangannya, pengertian modal mengarah kepada sifat non fisik, dalam arti ditekankan kepada nilai, daya beli atau kekuasaan memakai atau menggunakan yang terkandung dalam barang modal.
Prinsip yang harus dipatuhioleh koperasi dalam kaitannya dengan permodalan, sebagai berikut:
a.       Pengendalian dan pengelolaan koperasi harus tetap berada ditangan anggota dan tidak perlu dikaitkan dengan jumlah modal yang dapat ditanam oleh seseorang anggota dalam koperasi dan berlaku ketentuan satu anggota satu suara.
b.      Modal harus dimanfaatkan untuk usaha – usaha yang bermanfaat dan meningkatkan kesejahteraan bagi anggota.
c.       Kepada modal hanya diberikan balas jasa yang terbatas.
d.      Koperasi pada dasarnya memerlukan modal yang cukup untuk membiayai usahanya secara efisien.
e.       Usaha – usaha dari koperasi harus dapat membantu pembentukkan modal baru.
f.       Kepada saham koperasi (di Indonesia ekuivalen dengan simpanan pokok) tidak bisa diberikan suatu premi di atas nilai nominalnya, meski seandainya nilai bukunya bisa saja bertambah.

B.                 Sumber Permodalan Koperasi
Menurut UU No.25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 41 dinyatakan bahwa modal koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman.
1).                Modal Sendiri (Modal Ekuiti), merupakan  modal yang menanggung resiko. Modal ini terdiri dari :
a.       Simpanan Pokok
Simpanan Pokok adalah sejumlah uang yang sama banyaknya yang wajib dibayarkan oleh anggota kepada koperasi pada saat masuk menjadi anggota. Simpanan pokok tiak dapat diambil selama yang bersangkutan masih menjadi anggota.
      Mengenai cara penyerahan/penyetoran simpanan pokok dari anggota kepada koperasi dapat diatur di dalam setiap AD/ART koperasi, apakah dilakukan sekaligus atau dengan cara diangsur.
b.      Simpanan Wajib
Simpanan wajib adalah sejumlah simpanan tertentu yang tidak harus sama yang wajib dibayar oleh anggota kepada koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu. Simpanan wajib tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota.
c.       Dana Cadangan
Dana cadangan adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha, yang dimaksudkan untuk memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian koperasi bila diperlukan.
d.      Hibah
Hibah adalah suatu pemberian atau hadiah dari seseorang semasa hidupnya. Hibah dapat berbentuk wasiat, jika pemberian tersebut diucapkan/ditulis oleh seserang sebagai wasiat atau pesan atau kehendak terakhir sebelum meninggal dunia dan baru berlaku setelah dia meninggal dunia.
Modal koperasi yang merupakan (hibah) ini adalah pemberian harta kekayaan dari seseorang yang berupa kebendaan, baik benda bergerak atau benda tetap.
Untuk pemindahan hak milik harta kekayaan yang berupa benda bergerak dari pemberi hibah dapat dilakukan seketika, karena penyerahan hak milik atas benda bergerak dilakukan langsung dari tangan ke tangan (hand to hand).
Untuk penyerahan benda tetap dilakukan melalui penyerahan yuridis, yaitu suatu penyerahan yang harus memenuhi syarat – syarat hukum tertentu untuk sahnya suatu pemindahan hak milik atas benda tetap.

2).                Modal Pinjaman
Untuk pengembangan usahanya, koperasi dapat menggunakan modal pinjaman dengan memperhatikan kelayakan dan kelangsunga usahanya.
Modal pinjaman dapat berasal dari :
a.       Anggota
Suatu pinjaman yang diperoleh dari anggota, termasuk calon anggota yang memenuhi syarat.
b.      Koperasi Lain atau Anggotanya
Pinjaman dari koperasi lain dan atau anggotanya didasari dengan perjanjian kerja sama antar koperasi.
c.       Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.
 Pinjaman dari bank dan lembaga keuangan lainnya dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku. Jika tidak terdapat ketentuan khusus, koperasi sebagai debitur dari bank atau lembaga keuangan lainnya diperlakukan sama dengan debitur lain, baik mengenal persyaratan pemberian dan pengembalian kredit maupun prosedur kredit.
d.      Penerbitan Obligasi dan Surat Hutang Lainnya.
Dalam rangka mencari tambahan modal, koperasi dapat mengeluarkan obligasi (surat pernyataan hutang) yang dapat dijual ke masyarakat. Sebagai konsekuensinya, maka koperasi diharuskan membayar bunga atas pinjaman yang diterima (nilai dari obligasi yang dijual) secara tetap, baik besar maupun waktunya. Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya dilakukan berdasarkan ketentuan perundang – undangan yang berlaku. 
e.       Sumber Lain yang Sah.
Sumber lain yang sah adalah pinjaman dari bukan anggota yang dilakukan tidak melalui penawaran secara hukum. Contoh : pemberian saham kepada koperasi oleh perusahaan bebadan hukum PT, sebagai wujud himbauan Presiden Suharto beberapa waktu yang lalu di peternakan tapos Bogor. Pemberian ini prakteknya bukan hibah karena koperasi menerima saham tersebut tetapi harus membayar nilai saham yang diterima. Hanya saja pembayaran nilai saham yang diterima tidak secara tunai, tetapi dibayar dari deviden yang seharusnya diterima koperasi tersebut. Hal ini terjadi sampai nilai saham yang diterima koperasi tersebut terpenuhi.

Sumber permodalan dari anggota tampaknya sulit diharapkan oleh koperasi – koperasi primer karena keterbatasan kemampuan para anggotanya. Demikian juga kemungkinan bahwa koperasi sekunder dari jenis koperasi yang bersangkutan bisa menjadi sumber permodalan bagi koperasi primer, meskipun dalam jumlah yang terbatas sebagaimana dalam kenyataan kehidupan koperasi dewasa ini.
Dalam kaitan ini dapat dipahami mengapa IKPRI (dulu IKPN) dan beberapa induk koperasi lainnya mendirikan bank. Dengan memiliki bank sendiri, diharapkan bahwa induk-induk tersebut bisa membantu para anggotanya, dengan menyediakan dana yang diperlukan oleh anggota, baik yang digunakan untuk menngembangkan usahanya maupun untuk membantu menunjang kebutuhan hidup para anggota secara individu. Contoh : Bank Kesejahteraan Ekonomi yang didirikan oleh IKPRI pada tahun 1992 dalam kebijaksanaan kreditnya menetapkan bahwa 70% dari dana kredit yang tersedia diberikan kepada koperasi, terutama jajaran koperasi pegawai negeri tingkat primer.
Kemungkinan menghimpun modal koperasi melalui penerbitan obligasi, tampaknya masih sulit untuk dipenuhi oleh koperasi.                                                                                              
Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi diantaranya:
                  1.            Emiten harus mempunyai modal telah disetor penih minimal Rp. 200 juta,
                  2.            Dalam dua tahun buku terakhir secara berturut-turut memperoleh laba,
                  3.            Laporan keuangan telah diperiksa oleh akuntan publik/negara untuk dua tahun terakhir secara berturut-turut dengan pernyataan wajar tanpa syarat untuk tahun terakhir,
                  4.            Memiliki rekomendasi dari Bank Indonesia mengenai jumlah obligasi yang dapat diterbitkan, jika perusahaan tersebut berupa bank.

Selain persyaratan tersebut, dalam proses obligasi perlu dilibatkan beberapa unsur berikut ini :                                                      
a.       Pemodal, yaitu perorangan dan/lembaga yang akan menanamkan modalnya.
b.      Penerbitan prospectus yang memuat keterangan lengkap dan jujur mengenai keadaan perusahaan dan bagaimana prospeknya.
c.       Penjamin emisi efek (underwriter) yaitu lembaga perantara emisi yang menjamin penjualan efek (obligasi).
d.      Wali amanat (trustee) yaitu lembaga yang ditunjuk emiten yang diberi kepercayaan untuk mewakili kepentingan para pemegang obligasi.
e.       Penanggung (garantor), lembaga yang menanggung pelunasan kembali pinjaman pokok obligasi dan pembayaran bunga bila emiten cidera janji.

Dalam sejarah perkoperasian di Indonesia, baru satu buah koperasi yang pernah mengeluarkan obligasi yaitu bukopin yang dilakukan tahun 1989 yang bernilai Rp. 30 M , dimana IKPN (sekarang IKPRI) termasuk salah satu pembelinya.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas , maka tampaknya sulit bagi koperasi untuk memupuk permodalannya dengan cara penjualan obligasi, tetapi tidak menutup kemungkinan dikembangkan untutk jangka panjang
Selain modal sendiri dan modal pinjaman, koperasi dapat pula melakukan pemupukan modal yang berasal dari modal penyertaan. Baik yang bersumber dari pemerintah maupun dari masyarakat dilaksanakan dalam rangka memperkuat kegiatan usaha koperasi terutama yang berbentuk investasi. Pemilik modal penyertaan ikut menanggung resiko . pemilik modal penyertaan tidak mempunyai  hak suara dalam rapat anggota dan dalam menentukan kebijaksanaan koperasi secara keseluruhan. Namun demikian, pemilik modal penyertaan dapat diikutsertakan dalam penyertaannya sesuai dengan perjanjian.
Dalam hubungan ini, modal ventura merupakan cara yang terbaik bagi pemupukan modal koperasi. Modal ventura adalah merupakan salah satu bentuk dari penyertaan modal dimana setelah selang waktu yang ditentukan, modal harus ditarik kembali oleh pemilik modal penyertaan. Pembatasan waktu yang diberikan kepada modal ventura untuk Indonesia adalah 10 tahun.
Penyertaan modal dalam suatu perusahaan atau koperasi pada dasarnya merupakan suatu investasi untuk mana kepada pemiliknya harus diberikan bukti keikutsertaannya dalam bentuk saham.
Dalam memperhatikan pasal 42 beserta penjelasannya kiranya bentuk non voting preferred stock (saham preferen yang tidak diberikan hak suara) bagi modal vetura adalah yang paling tepat. Ini berarti bahwa pemilik modal ventura sebagai anggota yang tidak mempunyai hak suara, sehingga tidak bisa ikut menentukan kebijaksanaan koperasi. Di sudut yang lain, pada pemegang saham preferen tersebut diberikan keistimewaan, berupa hak menerima deviden terlebih dahulu dan jika koperasi dibubarkan, pemiliik saham preferen berhak didahulukan untuk menerima kembali nilai sahamnya.
Umumnya saham preferen bersifat kumulatif, dalam arti jika pada satu tahun tertentu karena sesuatu hal (perusahaan atau koperasi menderita kerugian misalnya) deviden tidak dapat dibayarkan, maka deviden tersebut akan terakumulasi dan pembayarannya dilakukan pada kesempatan berikutnya serta harus didahulukan dari pada saham biasa (common stock).
Meskipun UU No.25 Tahun 1992 telah memberikan keleluasan mengembangkan modal kepada koperasi, namun pelaksanaannya perlu diwaspadai agar pengelolaan dan pengawasannya tetap berada di tangan para anggota koperasi sesuai dengan demokrasi kooperatif. Pemberian keleluasaan tanpa batas kepada modal penyertaan bisa membahayakan eksistensi koperasi itu sendiri. Tetapi di lain pihak, memberi batasan-batasan terlalu ketat bagi masuknya modal penyertaan akantidak menarik bagi pemilik modal. Oleh karena itu perlu dicarikan pola kerja sama antara koperasi dengan pemilik modal penyertaan yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Pemilik modal ingin agar uang ingin agar uang yang ditanam dalam koperasi sebagai modal penyertaan itu aman, dalam arti tidak akan hilang dan untuk itu wajar kalau pemilik modal ingin mengawasinya.
Dalam memperhatikan pasal 42 beserta penjelasannya dan keinginan para pemilik modal penyertaan, yang menginginkan keamanan dari modal yang ditanamkannya di satu pihak dan azas demokrasi kooperatif di lain pihak, maka sebaiknya modal penyertaan tersebut digunakan untuk membiayai proyek-proyek koperasi, sehingga penyertaan pemilik modal ventura dalam pengelolaan dan pengawasan kegiatan-kegiatan koperasi dibatasi pada proyek saja, tidak menyangkut kebijaksanaan koperasi secara keseluruhan. Dengan demikian, pemberian non voting preferred stock kepada modal ventura tersebut tidak menyimpang dari azas-azas koperasi
Sumber permodalan yang lain bagi koperasi adalah dana penyisihan 1-5 % dari laba BUMN/BUMD. Per 1 November 1989 Menteri keuangan telah mengeluarkan SK No. 1232/KMKM613/989 tentang “Pedoman pembinaan pengusaha ekonomi lemah dan koperasi melalui BUMN” , dimana dianataranya diputuskan bahwa pembiayaan yang diperlukan untuk melaksanakan pembinaan tersebut disediakan dari bagian laba BUMN yang besarnya 1-5 % dapat berupa peningkatan kemampuan modal kerja, anatara lain pengadaan bahan baku dan modal usaha.
Prof. DR. Sumitro Djojohadikusumo, ketua umum IKPN-RI (IKPRI) dalam rapat anggota IKPN-RI tahun kerja 1990 menyampaikan pendapatnya bahwa SK Menkeu di atas yang menetapkan bahwa penggunaan atau pemanfaatan bagian laba yang disisihkan tersebut diatur masing-masing BUMN/BUMD yang bersangkutan, akan menyebabkan tersebar dan terpecahnya dana yang telah disisihkan sehingga penggunaannya akan terarah. Akan lebih baik, bila hasil penyisihan dana investasi koperasi (cooperative Investment Fund) dalam satu lembaga tersendiri yang mandiri dan tidak terkait dengan satu departemen atau badan usaha lain. Namun demikian, lembaga tersebut tetap tunduk pada pengaturan umum badan moneter yang berwenang untuk mengawasinya. Agar dana investasi untuk koperasi benar-benar berpijak dalam landasan dan jiwa koperasi, maka lembaga tersebut harus berada dibawah pengawasan  dewan penyantun dan dewan pengawas yang terwakili oleh induk-induk koperasi baik sipil maupun angkatan bersenjata. Di dalam lembaga ini pun harus ada perbedaan yang tegas antara fungsi pengawasan dan fungsi pengendalian operasional.
Selanjutnya, penggunaan dana itu harus diarahkan untuk empat hal, yaitu sebagai berikut :
                        1.            Untuk pelatihan dan pendidikan koperasi primer, bila mungkin dalam jangka panjang dalam bentuk pinjaman lunak.
                        2.            Untuk investasi hal-hal yang bermanfaat bagi penguatan dalam modal koperasi primer.
                        3.            Sebagai dana jaminan (guarantee fund).
                        4.            Untuk pembelian saham perusahaan swasta.

Pada Tanggal 27 Juni 1994 dikeluarkan SK Menkeu No. 316/KHK/616/1994 tentang pedoman pembinaan Usaha kecil dan koperasi melalui pemanfaatan Dana dari bagian Laba BUMN, dimana dalam SK  tersebut (pasal 4) dikatakan bahwa bantuan BUMN tersebut dapat berupa:
                        1.            Pendidikan, pelatihan, penelitian dan pemagangan untuk meningkatkan kemampuan kewirausahaan, manajemen serta keterampilan teknis produksi,
                        2.            Pinjaman modal kerja dan investasi dengan tingkat bunga yang disesuaikan dengan kemampuan mitra binaan untuk meningkatkan produksi dan penjualan/omzet yang ditetapkan oleh Direksi BUMN,
                        3.            Pemasaran dan promosi hasil produksi,
                        4.            Pemberian jaminan dalam rangka memperoleh kredit perbankan dan atau transaksi dengan pihak ketiga,
                        5.            Penyertaan pada perusahaan modal ventura didaerah tingkat I yang membantu permodalan dan pinjaman kepada usaha kecil dan koperasi.
Agar pengolahan dana benar-benar efektif dan efisien serta menyalurkannya kepada koperasi dan pengusaha kecil, maka dikeluarkanlah keputusan bersama tanggal 14 oktober 1994 antara Direktur Jenderal Pembinaan BUMN (Departemen Keuangan) dan Direktur Jenderal Pembinaan Pengusaha Kecil (Departemen Koperasi dan PPK), yang isinya antara lain memuat ketentuan-ketentuan tentang dibentuknya sistem koordinasi.
Saran Prof. DR. Sumitro Djojohadikusumo tentang pembentukan Cooperative fund di ulang kembali dengan rapat anggota IKPRI (nama baru IKPN) yang diadakan pada tanggal 16 dan 17 desember  1996 dan di muat dalam surat-surat kabar ibu kota. Selanjutnya beliau mengatakan: “sesungguhnya kita ketinggalan sekitar 17 tahun di bandingkan dengan Malaysia yang telah memiliki syarikat permodalan nasional untuk memperkuat kedudukan golongan bumi putera dalam kegiatan perekonomian”.
C.                 Distribusi Cadangan Koperasi
Menurut pasal 41 UU No.25/1992  ,dana cadangan adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha yang dimasukkan untuk memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian koperasi bila diperlukan.
Fungsi dari cadangan adalah untuk menjaga kemungkinan – kemungkinan rugi dan untuk memperkuat kedudukan financial dari koperasi terhadap pihak luar (kreditur) dan karenanya dapat diibaratkan sebagai shockabsorbers dari kegiatan usaha koperasi. Pengurus / manajer harus waspada terhadap kemungkinan terjadinya kerugian – kerugian, sebagai akibat dari turunnya harga, pergeseran konsumen, persaingan – persaingan karena munculnya barang – barang subtitusi baru dan sebagainya.
Beberapa bagian dari SHU (SisaHasil Usaha) akan disisihkan untuk cadangan yang ditentukan dalam Anggaran Dasar Koperasi. Pembagian SHU yang berdasarkan pada perbedaan perolehannya:
·UU No.12/1967 menentukan 25% dari SHU yang diperoleh dari usaha anggota disisihkan untuk Cadangan, dan 60 % SHU yang berasal bukan dari usaha anggota, disisihkan untuk Cadangan.
UU No.25/1992 yang merupakan Anggaran Dasar yang baru, menentukan 30% dari SHU disisihkan untuk Cadangan. Menurut Undang – Undang ini pembagian SHU tidak membedakan SHU yang diusahakan oleh anggota dan yang diusahakan oleh bukan anggota.
Menurut  UU No.12/1967 tersebut para anggota koperasi tidak mendapat bagian  / alokasi dari sisa hasil usaha yang diperoleh dari penyelenggara untuk bukan anggota seperti yang dapat dibaca dari pasal 34 ayat 3 yang mengadakan sebagai berikut :
SHU yang berasal dari usaha yang diselenggarakan untuk anggota dibagi untuk;
a.       Cadangan Koperasi.
b.      Anggota, sebanding dengan jasa yang diberikannya.
c.       Dana Penggurus.
d.      Dana Pengawas.
e.       Dana Pendidikan Koperasi.
f.       Dana Sosial.
g.      Dana Pembangunan Daerah Kerja.
Selanjutnya ayat 4 pasal 34 mengatakan SHU yang berasal dari usaha yang diselenggarakan untuk bukan anggota dibagi untuk :
a.       Cadangan Koperasi
b.      Dana Pengurus
c.       Dana Pegawai/ Karyawan
d.      Dana PendidikanKoperasi
e.       Dana Sosial
f.       Dana Pembangunan Daerah Kerja
Sesuai dengan bunyi pasal 34 UU No.12/1967 tersebut maka Koperasi-koperasi dalam Anggaran Dasarnya juga mengadakan perbedaan dalam pembagian SHU yang diperoleh dari hasil usaha yang diselenggarakan oleh anggota dan yang diperoleh dari usaha yang diselenggarakan untuk bukan anggota tersebut. Dalam Pasal 28 Ayat 2 mengatakan sebagai berikut :
SHU terdiri dari :
                            1).            Yang diperoleh dari usaha yang diselenggarakan untuk anggota Koperasi Pegawai Negeri
                            2).            Yang diperoleh dari usaha yang diselenggarakan untuk bukan anggota yang dimaksud dalam ayat (2) a pasal ini
Selannjutnya Pasal 29 mengatakan :
                        1.            SHU tersebut pasal 28 ayat (2a) dibagi sebagai berikut :
a.       25% untuk cadangan.
b.      30% untuk anggota yang memberikan penghasilan berdasarkan jasa masing-masing.
c.       20% untuk anggota menurut perbandingan simpanan.
d.      5% untuk dana Pengurus.
e.       5% untuk dana Kesejahteraan Karyawan.
f.       5% untuk dana Pendidikan Koperasi.
g.      5% untuk dana Pembangunan Daerah Kerja.
h.      5% untuk dana Sosial.

                        2.            SHU tersebut Pasal 28 ayat (2b), dibagi sebagai berikut :
a.       60% untuk Cadangan
b.      5% untuk Dana Pengurus
c.       5% untuk Dana Kesejahteraan Karyawan
d.      20% untuk Dana Pendidikan Koperasi
e.       5% untuk Dana Pembangunan Daerah Kerja
f.       5% untuk Dana Sosial
Ketidak-baikan dari sistem pembedaan SHU berdasarkan sumber perolehannya, adalah bahwa anggota bisa merasa dirugikan, karena tidak semua SHU yang diperoleh koperasi tersebut dapat dinikmati anggota, sedangkan dalam hal terjadi kerugian, simpanan pokok mereka ikut menanggung kerugian.
Dilihat dari fungsinya, jenis – jenis cadangan antara lain :
a.       Valuation Reserve,
Yang termasuk dalam valuation reserve adalah cadangan untuk penyusutan (epreciation) ,keusangan (obsolescence), dan pinjaman yang macet (bed debts). Depreciation dan obsolescence bagi suatu usaha merupakan suatu pengeluaran – pengeluaran tersembunyi.

b.      Capital Reserve
Dana modal cadangan (Capital Reserve Funds) dipupuk dengan cara:
1)      Menahan net margin dari usaha, baik atas dasar yang dialokasikan (allocated)  maupun yang tidak dialokasikan (unallocated).
2)      Melalui penahanan modal.
Dana cadangan ini diperlukan untuk :
                                                      1.            Memenuhi kewajiban tertentu seperti membayar suatu hipotik (mortgage).
                                                      2.            Meningkatkan jumlah operating capital koperasi atau memperbaiki ratio antar Current Assets dan Current Liability.
                                                      3.            Sebagai jaminan untuk kemungkinan – kemungkinan rugi di kemudian hari.
                                                      4.            Untuk perluasan usaha.
Dilihat dari cara pembentukannya, jenis – jenis cadangan antara lain :
a.       Cadangan Kolektif (collective reserve)
Cadangan kolektif merupakan cadangan yang tidak ditulis atas nama anggota, jadi murni dipotong sekian persen dari SHU untuk cadangan.
Cara ini pernah dianut oleh Indonesia sebagaimana tercantum dalam pasal 35 Undang – Undang No.12/1967 tentang Pokok – Pokok Perkoperasian yang mengatakan bahwa :
“Pada pembubaran koperasi, sisa kekayaan koperasi setelah dipergunakan untuk menutup kerugian – kerugian koperasi dan biaya – biaya penyelesaian, diberikan kepada perkumpulan koperasi atau kepada Badan lain yang azas dan tujuannya sesuai dengan koperasi.”

b.      Cadangan Individual (individual reserve)
Cadangan individual merupakan cadangan yang dapat dibagi – bagikan kepada anggota, jika koperasi kelak dibubarkan. Cadangan individual ini, dikumpulkan dan ditulis atas nama anggota. Menurut Dr. Fauquet cara ini adalah tidak sesuai dengan prinsip – prinsip koperasi. Cara ini akan membawa konsekuensi – konsekuensi yang kurang baik, yaitu kepada anggota – anggota manakah cadangan tersebut akan dibagi – bagikan. Selain itu, akibat yang kurang baik dengan cara membagi – bagikan cadangan kepada anggota adalah bahwa bilamana cadangan koperasi itu sudah terkumpul terlalu banyak, akan mendorong anggota – anggota untuk membubarkan koperasi, sehingga mereka dapat menikmati cadangan tersebut. Sistem cadangan individual ini tidak dikenal di Indonesia.

Sumber :
Firdaus, Muhammad dan Agus Edhi Susanto. 2002. Perkoperasian (Sejarah, Teori & Praktek). Jakarta: Ghalia Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar