Minggu, 14 Desember 2014

BAB 7 MANUSIA DAN KEADILAN



BAB 7
MANUSIA DAN KEADILAN


A.    PENGERTIAN KEADILAN

Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia.  Kelayakan diartikan sebagai titik tengah diantara ke dua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit.  Kedua ujung ekstrem itu menyangkut dua orang atau benda.  Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang harus memperoleh benda atau hasil yang sama.  Kalau tidak sama, maka masing-masing orang akan menerima bagian yang tidak sama, sedangkan pelanggaran terhadap proporsi tersebut berarti ketidakadilan.

B.     KEADILAN SOSIAL

Berbicara tentang keadilan, anda tentu ingat akan dasar negara kita ialah Pancasila.  Sila kelima Pnacasila, berbunyi : “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.  Dalam dokumen lahimya Pancasila diusulkan oleh Bung Kamo adanya prinsip kesejahteraan sebagai salah satu dasar negara.  Selanjutnya prinsip itu dijelaskan sebagai prinsip “tidak ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka”.  Dan usul dan penjelasan itu nampak adanya pembauran pengertian kesejahteraan dan keadilan.
Bung Hatta dalam uraiannya mengenai sila “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” menulis sebagai berikut ” keadilan sosial adalah langkah yang menentukan untuk melaksanakan Indonesia yang adil dan makmur”.  Selanjutnya diuraikan bahwa para pemimpin Indonesia yang menyusun UUD 45 percaya bahwa cita-cita keadilan sosial dalam bidang ekonomi ialah dapat mencapai kemakmuran yang merata.

C.     BERBAGAI MACAM KEADILAN

1.      Keadilan Legal atau Keadilan Moral

Plato berpendapat bahwa keadilan clan hukum merupakan substansi rohani umum dan masyarakat yang membuat clan menjaga kesatuannya.  Dalam suatu masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasarnya paling cocok baginya (Tha man behind the gun).  Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan,  Sunoto menyebutnya keadilan legal.

2.      Keadilan Distributif

Aristoles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama secara tidak sama (justice is done when equals are treated equally).  Sebagai contoh, Ali bekerja 10 tahun dan Budi bekerja 5 tahun.  Pada waktu diberikan hadiah harus dibedakan antara Ali dan Budi, yaitu perbedaan sesuai dengan lamanya bekerja.  Andaikata Ali menerima Rp.100.000,- maka Budi harus menerima Rp 50.000.  Akan tetapi bila besar hadiah Ali dan Budi sama, justru hal tersebut tidak adil.

3.      Keadilan Komutatif

Keadilan ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum.  Bagi Aristoteles pengertian keadilan itu merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat.  Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrim menjadikan ketidakadilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.

D.    KEJUJURAN

Kejujuran atau jujur artinya apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya apa yang dikatakannya sesuai dengan kenyataan yang ada.  Sedang kenyataan yang ada itu adalah kenyataan yang benar-benar ada.  Jujur juga berarti seseorang bersih hatinya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum.  Untuk itu dituntut satu kata dan perbuatan yang berarti bahwa apa yang dikatakan harus sama dengan perbuatannya.  Karena itu jujur berarti juga menepati janji atau kesanggupan yang terlampir malalui kata-kata ataupun yang masih terkandung dalam hati nuraninya yang berupa kehendak, harapan dan niat.  Seseorang yang tidak menepati niatnya berarti mendustai diri sendiri.  Apabila niat telah terlahir dalam kata-kata, padahal tidak ditepati, maka kebohongannya disaksikan orang lain.  Sikap jujur perlu dipelajari oleh setiap orang, sebab kejujuran mewujudkan keadilan, sedang keadilan mununtut kemuliaan abadi, jujur memberikan keberaniaan dan ketentraman hati, serta menyucikan lagi pula membuat luhumya budi pekerti.  Seseorang muftahil dapat memeluk agama dengan sempurna, apabila lidahnya tidak suci.  Teguhlah pada kebenaran, sekalipun kejujuran dapat merugikanmu, serta jangan pula berdusta, walaupun dustamu dapat menguntungkanmu.
Barangsiapa berkata jujur serta bertindak sesuai dengan kenyataan, artinya orang berbuat benar.  Orang bodoh yang jujur adalah lebih baik daripada orang pandai yang lancung.  Barang siapa tidak dapat dipercaya tutur katanya, atau tidak menepati janji dan kesanggupannya, termasuk golongan orang munafik sehingga tidak menerima betas kasihan Tuhan.

E.     KECURANGAN

Kecurangan atau curang identik dengan ketidakjujuran atau tidak jujur, dan sama pula dengan licik, meskipun tidak serupa benar.  Sudah tentu kecurangan sebagai lawan jujur.  Curang atau kecurangan artinya apa yang diinginkan tidak sesuai dengan hati nuraninya.  Atau, orang itu memang dari hatinya sudah berniat curang dengan maksud memperoleh keuntungan tanpa bertenaga dan usaha.  Sudah tentu keuntungan itu diperoleh dengan tidak wajar.  Yang dimaksud dengan keuntungan di sini adalah keuntungan yang berupa materi.  Mereka yang berbuat curang menganggap akan mendatangkan kesenangan atau keenakan, meskipun orang lain menderita karenanya.

F.      PEMULIHAN NAMA BAIK

Nama baik merupakan tujuan utama orang hidup.  Nama baik adalah nama yang tidak tercela.  Setiap orang menjaga dengan hati-hati agar namanya tetap baik.  Lebih-lebih jika ia menjadi teladan bagi orang atau tetangga disekitamya adalah suatu kebanggaan batin yang tak ternilai harganya.
Ada peribahasa berbunyi “daripada berputih mata lebih baik berputih tulang” artinya orang lebih baik mati dari pada malu.  Betapa besar nilai nama baik itu sehingga nyawa menjadi taruhannya.  Setiap orang tua selalu berpesan kepada anak-anaknya “jagalah nama keluargamu!” Dengan menyebut “nama” berarti sudah mengandung arti “nama baik”.  Ada pula pesan orang tua “jangan membuat malu” pesan itu juga berarti menjaga nama baik.  Orang tua yang menghadapi anaknya yang sudah dewasa sering kali berpesan “laksanakan apa yang kamu anggap baik, dan jangan kau laksanakan apa yang kau anggap tidak baik!”.  Dengan melaksanakan apa yang dianggap baik berarti menjaga nama baik dirinya sendiri yang berarti menjaga nama baik keluarga.  Penjagaan nama baik erat hubungannya dengan tingkah laku atau perbuatan.  Atau boleh dikatakan nama baik atau tidak baik itu adalah tingkah laku atau perbuatannya. Yang dimaksud dengan tingkah laku dan perbuatan ttu, antara lain cara berbahasa, cara bergaul, sopan santun, disiplin pribadi, cara menghadapi orang, perbuatan-perbuatan yang dihalalkan agama dan lain sebagainya.

G.    PEMBALASAN

Pembalasan ialah suatu reaksi atas perbuatan orang lain.  Reaksi itu dapat berupa perbuatan yang serupa, perbuatan yang seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku yang seimbang.  Sebagai contoh, A memberikan makanan kepada B.  Di lain kesempatan B memberikan minuman kepada A.  Perbuatan tersebut merupakan perbuatan serupa, dan ini merupakan pembalasan.  Dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang menyatakan bahwa Tuhan mengadakan pembalasan.  Bagi yang bertakwa kepada Tuhan diberikan pembalasan dan bagi yang mengingkari perintah Tuhanpun diberikan pembalasan yang seimbang, yaitu siksaan di neraka.  Pembalasan disebabkan oleh adanya pergaulan.  Pergaulan yang bersahabat mendapat balasan yang bersahabat.  Sebaliknya, pergaulan yang penuh kecurigaan menimbulkan balasan yang tidak bersahabat pula.  Pada dasamya, menusia adalah mahluk moral dan mahiuk sosial.  Dalam bergaul, manusia harus mematuhi norma-norma untuk mewujudkan moral itu.  Bila manusia berbuat amoral, lingkunganlah yang menyebabkannya.  Perbuatan amoral pada hakekatnya adalah pebuatan yang melanggar hak dan kewajiban manusia lain.
Oleh karena hak manusia tidak menghendaki hak dan kewajibannya dilanggar, maka manusia berusaha mempertahankan hak dan kewajibannya itu.  Mempertahankan hak dan kewajiban itu adalah pembalasan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar